Raja Charles III "duduk" untuk robot pelukis Ai-Da! Intip proses pembuatan "Algorithm King" & reaksi kontroversial potret robot ini. Seni di era digital, pro & kontra!

Ketika Raja Charles III ‘Duduk’ untuk Pelukis Robot Humanoid… Hasilnya Bikin Penasaran!

Optekno – Pernah nggak sih ngebayangin lukisan raja dibikin bukan sama manusia, tapi robot? Seriusan deh, itu yang kejadian sama Raja Charles III! Potret terbarunya ini nggak dilukis sama seniman biasa, tapi sama Ai-Da, robot humanoid yang super canggih. Judulnya juga keren abis, “Algorithm King”. Jadi, gimana ceritanya raja bisa “duduk” buat robot pelukis ini? Yuk, kita obrolin!

Latar Belakang: Raja Charles III dan Seni di Era Digital

Raja Charles III emang dikenal agak terbuka sama inovasi. Kita udah sering lihat beliau ikutan acara-acara yang berbau teknologi dan digital. Nah, kali ini beliau beneran terjun ke dunia seni yang agak… beda. Pertanyaannya, kenapa harus robot? Apa nggak ada pelukis manusia yang cukup mumpuni? Mungkin ini cara beliau nunjukkin dukungan buat kemajuan teknologi, atau mungkin juga… penasaran aja sama hasilnya? Jujur aja, aku juga sempat mikir gitu pas pertama kali denger.

Siapakah Ai-Da, Pelukis Robot Humanoid Ini?

Ai-Da ini bukan robot biasa, lho. Dia itu robot humanoid ultra-realistis pertama di dunia. Bayangin deh, robot yang mukanya mirip banget sama manusia, bisa diajak ngobrol (walaupun jawabannya udah diprogram), dan yang paling penting… bisa melukis! Ai-Da punya kamera di matanya buat “ngelihat” objek yang mau dilukis, terus dia olah data itu pakai algoritma AI, dan akhirnya… terciptalah sebuah karya seni. Keren, kan? Tapi juga agak bikin merinding dikit, nggak sih?

Inspirasi dan Proses Penciptaan “Algorithm King”

Konon katanya, inspirasi lukisan “Algorithm King” ini dateng dari ketertarikan Raja Charles III sama lingkungan dan keberlanjutan. Ai-Da ngelihat raja, menganalisis ekspresi wajahnya, lalu menerjemahkannya ke dalam sapuan kuas digital. Prosesnya nggak semudah kayak kita ngelukis pakai cat air, ya. Ai-Da pakai cat minyak beneran, tapi gerakannya dikontrol sama algoritma. Jadi, bisa dibilang ini kolaborasi antara teknologi dan seni tradisional. Kayak kawinan antara dunia digital sama dunia nyata gitu, deh.

Reaksi dan Kritik Terhadap Potret Robot Raja Charles III

Nah, ini nih yang seru. Pas lukisan ini dipamerin, reaksi orang-orang macem-macem banget. Ada yang kagum, ada yang bingung, ada juga yang… sinis. Emang sih, karya seni kayak gini pasti memicu perdebatan. Bikin kita mikir, sebenernya apa sih arti seni itu sendiri? Apa cuma skill manusia aja yang bisa menghasilkan seni? Atau mesin juga bisa?

Pendapat dari Dunia Seni Tradisional

Banyak seniman tradisional yang ngerasa agak “terusik” sama kehadiran Ai-Da ini. Mereka khawatir, jangan-jangan nanti profesi mereka kegantiin sama robot. Ada juga yang bilang, lukisan robot itu nggak punya “jiwa”, nggak punya emosi yang tulus kayak lukisan yang dibikin sama manusia. Ya, walaupun kadang bikin tambah bingung juga sih, definisi “jiwa” dalam seni itu kayak apa, hehe…

Pandangan Masyarakat Umum

Kalau dari kacamata masyarakat umum, reaksinya lebih beragam lagi. Ada yang bilang ini inovasi yang keren abis, bukti kemajuan teknologi yang nggak bisa dihindari. Ada juga yang ngerasa aneh, kok bisa-bisanya raja dilukis sama robot? Katanya, kurang menghargai seniman manusia. Ada-ada aja, ya kan? Tapi emang gitu deh, selera orang kan beda-beda.

Implikasi Penggunaan AI dalam Seni Lukis

Kehadiran Ai-Da ini ngebuka diskusi yang lebih luas tentang peran AI dalam seni. Apakah AI bakal jadi ancaman buat seniman manusia? Atau justru jadi partner yang saling melengkapi? Pertanyaan ini emang belum ada jawabannya yang pasti. Tapi yang jelas, kita harus siap ngadepin perubahan yang bakal dateng.

Masa Depan Seni: Kolaborasi Manusia dan Mesin?

Gue sih mikirnya, masa depan seni itu ada di kolaborasi antara manusia dan mesin. Bayangin deh, seniman bisa pakai AI buat ngebantu mereka dalam proses kreatif. Misalnya, AI bisa ngasih ide, ngecek komposisi warna, atau bahkan ngelukis bagian-bagian tertentu yang rumit. Jadi, seniman bisa lebih fokus sama hal-hal yang lebih “manusiawi”, kayak emosi, interpretasi, dan ekspresi diri.

Etika dan Kepemilikan dalam Karya Seni AI

Eh, ngomong-ngomong… siapa sih yang punya hak cipta lukisan yang dibikin sama AI? Apakah pencipta programnya, pemilik robotnya, atau bahkan robot itu sendiri? Ini juga pertanyaan yang rumit banget, dan belum ada aturan hukum yang jelas. Tapi yang pasti, kita harus mikirin soal etika dalam penggunaan AI di dunia seni. Jangan sampai AI malah jadi alat buat nyuri karya orang atau ngilangin mata pencaharian seniman. Rasanya kayak nungguin mie instan mateng padahal cuma 3 menit kalau urusan ginian.

Intinya sih, lukisan Raja Charles III yang dibikin sama robot ini bukan cuma sekadar lukisan biasa. Ini simbol perubahan zaman, simbol kolaborasi antara manusia dan mesin, dan simbol pertanyaan-pertanyaan etika yang harus kita jawab. Jadi, gimana menurut kamu? Apakah kamu setuju sama ide ini? Atau justru lebih suka lukisan yang dibikin sama seniman manusia? Share pendapatmu di kolom komentar, ya! Siapa tahu, kita bisa ngobrolin ini lebih lanjut! ***

About Deno Alvendra

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *